November 14, 2012

Keluhan terpendam.

Aku mengaku, aku antara makhluk yang gemar mengeluh. Memang benar segalanya. Jelas juga tercatit dalam firman-Nya. Mungkin kerana ia telah menjadi fitrah. Pernah berlegar diruang akalku, apa untungnya dengan keluhan aku ini ? Aku cermin diriku, aku rasa makin kerdil jiwa ini. Kadang-kadang aku lihat teman aku yang lebih bernasib baik daripada aku. Huh! Lagi-lagi aku mengeluh. Hingga putus semangatku dirogol resah ini. Ternyata mengeluh ini menciptakan energi negatif untuk tubuh ini.

Aku diam sejenak. Otak yang dungu ini mula berfungsi dan memikirkan sesuatu. "Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain". Jadi, apa yang aku buat ini adalah jalan bagiku untuk menjadi manusia yang bermanfaaat. Tetapi, kenapa aku harus mengeluh? Lantas benak otak ini semakin kembali kepada landasan. Bukankah nikmat Allah itu sangat besar. Buktinya sampai sekarang aku masih hidup, walaupun lapar tetapi tidak kebulur, walaupun sakit tetapi masih wal-alfiat, dan aku masih lagi dapat memcurah manfaat untuk mereka disekeliling. Jasad masih terbaring tetapi jiwaku mula bangkit. Kewarasan mula timbul dalam diriku.

Aku masih jelingan bayanganku. Aku masih mencari tanda soal yang selama ini menjadi hantu. Aku cuba uraikan. Penghargaan. Ya, penghargaan! Mungkin itu yang sering menjadi penyebab aku berkeluh kesah. Ketika apa yang aku lakukan tidak mendapatkan penghargaan yang sesuai, diri kembali lemah dan mengeluh. Ketika realiti tidaklah sesuai dengan harapan. Padahal, aku sedar penghargaan yang paling penting itu dari Rabb-ku, bukan dari manusia.

“ Banyak orang yang mengingatkan 'saya'; kamu sedang dimanfaatkan oleh orang itu. Lalu 'saya' menjawab; biarlah 'saya' dimanfaatkan. Manfaatkanlah 'saya'. Silakan saja, selama 'saya' mampu untuk melakukannya.”

Terhenyuh, sentap hati ini saat mendengar penuturan itu. Manfaatkanlah saya. Lansung tidak marah saat orang-orang memanfaatkannya untuk sebuah kepentingan yang sama sekali tidak menguntungkan dia. Tidak marah jika tidak ada penghargaan yang ia dapatkan ketika telah melakukan sesuatu yang berharga. Baginya, bermanfaat bagi orang lain adalah sebuah penghargaan yang besar. Itu adalah tandanya bersyukur atas nikmat Ilahi. Suatu hari nanti, ketika nikmat-Nya dicabut dari tubuh dan tidak ada hal yang bisa kita lakukan agar bermanfaat untuk sesama, maka penyesalanlah yang timbul. Jadi, selama mampu, selama bisa, lakukanlah.

Sedangkan aku? Ilmu yang aku miliki pasti sangat bermanfaat untuk orang lain. Pertanyaanku dapat menegakkan diagnosa penyakit ini. Mungkin tulisan tanganku dapat memberikan ubat untuk yang sakit. Lantas, apa perlu aku kesah kelu lagi ?